Pembahasan :
1. Apa Pengertian Waris ?
2. Begaimana Pembagian Waris ?
3. Perbedaan waris laki-laki dan Perempuan
?
4. Adakah Zakat untuk Waris ?
Sebagai sebuah agama yang
sempurna dan diturunkan oleh Allah SWT, islam telah mengatur kehidupan manusia dalam
berbagai aspek abik kehidupan di dunia maupun kehidupan di akhirat. Dalam
materi ini saya akan membahas hukum seputar waris, khususnya pembagian waris
dan kaitannya dengan zakat menurut syariat islam.
A.
Pengertian Waris
Waris adalah suatu
bentuk peninggalan harta
seseorang yang telah meninggal dunia dan diberikan kepada yang berhak atasnya,
seperti keluarga, saudara, dan kaum kerabat. Dalam Al Qur’an, waris diungkapkan dengan tiga jenis kata, yaitu:
miirats, faraidh, dan tirkah.
a.
Miirats,
menurut bahasa artinya perpindahan
sesuatu dari seseorang kepada orang lain. Menurut istilah syara’, miirats adalah berpindahnya hak kepemilikan dari
orang yang meninggal kepada ahli warisnya yang masih hidup, baik yang
ditinggalkan itu berupa harta (uang), tanah, atau apa saja yang berupa hak
milik legal secara syar'i.
b. Faraidh,
menurut bahasa artinya menentukan,
memastikan, menghalalkan dan mewajibkan. Menurut istilah syara', faraid adalah
pembahagian harta seorang Islam yang telah meninggal dunia dan tidak
meninggalkan wasiat sebelum kematiannya. Maka harta peninggalannya akan dibahagikan
kepada ahli warisnya, seperti: anak, isteri, suami, ibu, dll. Bentuk harta yang
boleh dibagikan secara faraidh antara lain: tanah, bangunan (rumah), uang, perhiasan (emas dan perak),
dan binatang ternak.
c. Tirkah,
menurut bahasa artinya sesuatu yang ditinggalkan. Menurut istilah syara’,
tirkah adalah segala yang ditinggalkan oleh orang
yang meninggal yang dibenarkan oleh syariat untuk diwarisi oleh ahli warisnya.
B.
Pembagian Waris
Hukum pembagian waris
telah diatur dalam Al Qur’an dan Sunnah, baik itu untuk laki-laki maupun
perempuan. Allah SWT berfirman dalam Al Qur’an surat An Nisa ayat 7, yang
artinya :
“Bagi laki-laki ada
hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi wanita ada
hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik itu
sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan”.
Pemberi waris dalam
islam disebut dengan muwarits,
penerimanya disebut waarits, dan
harta yang diwariskan disebut mauruuts.
Adapun yang tergolong waarits adalah anak, suami-istri, ibu-bapak, saudara
laki-laki dan perempuan, dan orang yang memerdekakan budak (ada hubungan dengan
si mayit). Islam menjelaskan pembagian
hak waris secara lebih detail dalam Al Qur’an surat An Nisa ayat 11-12:
“ Allah
mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu :
bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan
jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga
dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia
memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya
seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak;
jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya
(saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai
beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut
di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar
hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa
di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. ini adalah
ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
“ Dan bagimu (suami-suami)
seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak
mempunyai anak. jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat
seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka
buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat
harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai
anak, Maka Para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan
sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar
hutang-hutangmu. jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang
tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang
saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja),
Maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. tetapi
jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam
yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah
dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah
menetapkan yang demikian itu sebagai) syari’at yang benar-benar dari Allah, dan
Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun.”
Dari penjelasan di
atas, terdapat 6 jenis
persentase pembagian harta warisan, yaitu: setengah (1/2), seperempat
(1/4), seperdelapan (1/8), dua per tiga (2/3), sepertiga (1/3), dan seperenam
(1/6). Penjelasan lebih lanjut dapat
digambarkan dalam table berikut:
No.
|
Persentase
|
Waarits (penerima waris)
|
1.
|
½
bagian
|
Seorang
suami yang ditinggalkan istrinya, dengan syarat tidak memiliki keturunan anak
laki-laki maupun perempuan, baik yang berasal dari darah dagingnya atau bukan
|
Anak
kandung perempuan (tunggal/semata wayang)
|
||
Cucu
perempuan dari keturunan anak laki-laki dengan 3 syarat apabila cucu tersebut
tidak memiliki anak laki-laki, dia merupakan cucu tunggal, dan Apabila
pewaris tidak lagi mempunyai anak perempuan ataupun anak laki-laki.
|
||
Saudara
kandung perempuan yang tidak ada saudara selainnya baik perempuan maupun
laki-laki, dan pewaris tidak memiliki ayah atau kakek ataupun keturunan baik
laki-laki maupun perempuan.
|
||
Saudara
perempuan se-ayah dengan syarat: Apabila ia tidak mempunyai saudara (hanya
seorang diri), pewaris tidak memiliki saudara kandung baik perempuan maupun
laki-laki dan pewaris tidak memiliki ayah atau kakek dan katurunan.
|
||
2.
|
¼ bagian
|
Seorang
suami yang ditinggalkan dengan syarat, istri memilki anak atau cucu dari
keturunan laki-lakinya, baik cucu tersebut dari darah dagingnya atau bukan.
|
Seorang
istri yang ditinggalkan dengan syarat, suami tidak memiliki anak atau cucu, baik
anak tersebut merupakan anak kandung dari istri tersebut atau bukan.
|
||
3.
|
⅓ bagian
|
Seorang
ibu dengan syarat, pewaris tidak mempunyai anak atau cucu laki-laki dari
keturunan anak laki-laki. Pewaris tidak memiliki dua atau lebih saudara
(kandung atau bukan)
|
Saudara
laki-laki dan saudara perempuan seibu, dua orang atau lebih dengan syarat
pewaris tidak memiliki anak, ayah atau kakek dan jumlah saudara seibu
tersebut dua orang atau lebih.
|
||
4.
|
1/6
bagian
|
Orang
tua dari pewaris, dengan syarat si pewaris memiliki anak.
|
Saudara
tunggal seibu, jika pewaris tidak memiliki ayah dan anak.
|
||
5.
|
1/8
bagian
|
istri
yang ditinggalkan oleh suaminya yang memiliki anak atau cucu, baik anak
tersebut adalah anak kandungnya atau bukan
|
6.
|
2/3
bagian
|
Dua
orang anak kandung perempuan atau lebih, dimana dia tidak memiliki saudara
laki-laki (anak laki-laki dari pewaris).
|
Dua
orang cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki dengan syarat pewaris
tidak memiliki anak kandung, dan dua cucu tersebut tidak mempunyai saudara
laki-laki
|
||
Dua
saudara kandung perempuan (atau lebih) dengan syarat pewaris tidak memiliki
anak, baik laki-laki maupun perempuan, pewaris juga tidak memiliki ayah atau
kakek, dan dua saudara perempuan tersebut tidak memiliki saudara laki-laki.
|
||
Dua
saudara perempuan seayah (atau lebih) dengan syarat pewaris tidak mempunyai
anak, ayah, atau kakek. ahli waris yang dimaksud tidak memiliki saudara
laki-laki se-ayah. Dan pewaris tidak memiliki saudara kandung.
|
C.
Perbedaan Waris Laki-laki dan
Perempuan
Berdasarkan aturan pembagian
harta warisan yang telah dijelaskan di dalam Al Quran, sekilas memang terlihat
seperti adanya ketidak adilan atau keberpihakan kepada laki-laki dibandingkan dengan
perempuan. Laki-laki selalu mendapat bagian yang lebih besar bahkan mencapai
dua kali lipat jumlahnya dari harta waris yang didapat oleh perempuan.
Namun,
sebenarnya terdapat hikmah keadilan yang sesungguhnya dari pemberlakuan aturan
tersebut. Dalam kitab karangan Imam Zaki Al Barudi, beliau menjelaskan, “ Hikmah dari perbedaan perolehan harta
warisan dalam kondisi tersebut adalah laki-laki menikah dengan seorang wanita,
dan dia berkewajiban untuk menghidupinya dan menghidupi anak-anaknya dalam
segala keadaan. Baik ketika wanita itu bersamanya atau ketika ia telah
diceraikan darinya. Sedangkan wanita, ia cukup mengurusi dirinya sendiri, atau
malahan juga diurusi oleh lelaki, baik sebelum ataupun sesudah menikah “ (Imad
Zaki Al-Barudi, 2007: hlm.288).
Di halaman yang sama, Imad Zaki Al-Barudi
menjelaskan bahwa perbedaan bagian waris bukan masalah pilih kasih kepada
lelaki dengan mengalahkan perempuan. Tetapi, masalahnya adalah tentang
keseimbangan dan keadilan antara beban-beban yang ditanggung laki-laki dan
beban-beban yang ditanggung perempuan dalam sebuah kewajiban keluarga dan dalam
sistem sosial Islam.
Sementara
dalam kitab tafsit “Al-Muntakhab”
yang disusun oleh sekelompok terkemuka ulama dan pakar Mesir, sistem pembagian
warisan dalam al-Qur’an dapat dirangkum sebagai berikut (M. Quraish Shihab,
2000: hlm.352-353):
1.
Hukum
waris ditetapkan oleh syari’at, bukan pemilik harta.
2.
Harta waris yang
ditetapkan oleh Allah pembagiannya itu diberikan kepada kerabat yang
dekat, tanpa membedakan antara yang kecil dan yang besar.
3.
Dalam
pembagian diperhatikan juga sisi kebutuhan.
4.
Ketentuan
pembagian warisan ini adalah distribusi, bukan monopoli.
5.
Wanita
tidak dihalangi menerima warisan.
Berdasarkan
penelitian dalam dunia kedokteran juga menyebutkan bahwa wanita memiliki sistem limbik yang
lebih besar dari pria. Hal ini membuat wanita lebih mudah terpengaruh oleh
perasaan dan lebih baik dalam mengungkapkan pikiran, emosi, dan perasaan
mereka, sayangnya kelebihan dalam sistem limbik akan membuat wanita lebih mudah
depresi, terutama ketika produksi hormon mereka meningkat.
Walaupun kita melihat banyak alasan yang
melandasi perbedaan dalam pembagian hak waris, pada hakikatnya islam tidak
menghalangi perempuan untuk mendapatkan bagian. Terdapat beberapa bagian yang
membuat jumlah waris yang diterima perempuan sama dengan jumlah waris yang
diterima laki-laki.
HAK
YANG SAMA ANTARA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN
|
||
Bagian
|
Status
|
Keterangan
|
Bersekutu dalam ⅓ bagian
|
Sebagai saudara seibu dengan si pewaris
|
Jika pewaris mempunyai lebih dari seorang saudara seibu,
maka mereka bersekutu dalam ⅓ bagian
|
1/6 bagian
|
Sebagai orangtua dari si pewaris
|
Kedua orangtua pewaris mendapat 1/6 bagian jika si mayat
memiliki anak
|
Sebagai saudara tunggal seibu dari si pewaris
|
Saudara tunggal seibu dari pewaris mendapat 1/6 jika
pewaris tidak memiliki ayah dan anak .
|
|
HAK YANG BERBEDA ANTARA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN (P:L =
1:2)
|
||
Bagian
|
Status
|
Keterangan
|
Perempuan ½ harta
warisan
|
Anak tunggal
|
Anak perempuan tunggal mendapat setengah dari harta
peninggalan orangtuanya.
|
Laki-laki 1 harta warisan
|
Anak laki-laki tunggal memdapat seluruh dari harta
peninggalan orangtuanya.
|
|
Perempuan 1
|
Sebagai anak dari pewaris
|
Anak laki-laki mendapat 2 bagian dan anak perempuan
mendapat 1 bagian jika orangtua mereka meninggal (anak seayah-seibu)
|
Laki-laki 2
|
||
Perempuan ⅛
|
Sebagai pasangan si pewaris, dan memiliki anak
|
Istri akan mendapat warisan ⅛ bagian jika suami memiliki
anak
|
Laki-laki ¼
|
Suami akam mendapat ¼ jika istri memiliki anak
|
|
Perempuan ¼
|
Sebagai pasangan si pewaris, dan tidak memiliki anak
|
Istri akan mendapat warisan ¼ bagian jika suami tidak
memiliki anak
|
Laki-laki ½
|
Suami akan mendapat warisan ½ bagian jika istri tidak
memiliki anak
|
D.
Zakat Waris
Sebagaimana
kepemilikan harta dalam islam, harta warisan juga memiliki kewajiban apabila mencukupi
nisab dan telah dilunasi kewajibannya. Adapun kewajiban yang dimaksud seperti melunasi
hutang-hutang orang yang meninggal (si pewaris), baik hutang kepada Allah
(zakat, kifarat, dsb.) maupun hutang kepada manusia, dan menjalankan wasiat
yang dibuatnya. Para ulama berbeda pendapat tentang pembayaran zakat untuk harta
warisan, sebagian mengatakan 2,5% dan sebagian yang laing mengatakan 20%.
Pendapat yang pertama, yaitu 2,5%, didasari
atas analogi harta warisan ke dalam barang hak milik (perdagangan atau
simpanan). Perhitungan ini sama dengan zakat
emas apabila harta warisan tersebut dalam bentuk emas, uang simpanan di bank,
ataupun dalam bentuk simpanan lainnya. Jika harta warisan yang diterima
tersebut dalam bentuk perusahaan perdagangan, maka zakat yang dikeluarkan
adalah sama dengan zakat perdagangan. Sebagaimana dalam sebuah riwayat dari
Samurah ibn Jundub: “Rasulullah menyuruh kami untuk mengeluarkan zakat dari
barang-barang yang kami jual.” (HR. Abu Daud).
Pendapat yang kedua, yaitu 20%, didasari atas
analogi para ulama yang mengqiaskan hart warisan dengan harta rikaz (temuan)
sebab tanpa adanya unsur usaha keras. Pendukung pendapat ini menegaskan harta
warisan berbeda dengan harta lainnya yang diperoleh dengan kerja keras,
misalnya melalui berdagang, bercocok tanam dan sebagainya, yang zakatnya
berkisar antara 2,5%, 5% sampai dengan 10%. Sedangkan harta warisan diperoleh
begitu saja tanpa ada usaha sebelumnya.
Harta rikaz atau harta temuan biasanya di
zaman sekarang dapat berupa hadiah yang tidak disangka-sangka, seperti hadiah undian
uang tunai dari Bank Syariah. Maka saat kita menerima uang tersebut, ketika
itulah kewajiban kita untuk mengeluarkan 20% sebagai zakatnya. Ada juga ulama
yang mengkiaskan harta warisan dengan harta Ghanimah, yakni rampasan perang,
yang sama-sama diperolehnya tanpa ada usaha dari orang yang memperolehnya
dengan persentase 20%.
E.
Kesimpulan
Dari materi di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa hukum waris adalah hukum yang mengatur tentang
pembagian harta warisan dari si pemberi waris kepada orang yang berhak menerimanya
berdasarkan syari’at dan hukum islam. Sebagaimana hokum tentang kepemilikan
harta benda, harta waris juga memiliki esensitas zakat yang wajib dikeluarkan
apabila telah mencapai nisab dan haulnya.
Islam telah mengatur
pembagian harta warisan ini di dalam Al Quran dengan seadil-adilnya. Diantara
bentuk keadilan itu adalah pembagian persentase hak waris yang lebih besar
kepada laki-laki untuk mengelola waris karena laki-laki memiliki tanggung jawab
yang besar baik dari segi keduniawian maupun dari segi agama, salah satunya
yaitu menafkahi keluarganya dimasa yang akan datang.
Islam tidak melarang atau membatasi wewenang kaum
perempuan, sebagai mana seorang perempuan boleh menjadi imam shalat bagi perempuan
yang lain. Namun dibalik semua itu, Allah menakdirkan kaum laki-laki untuk
menjadi pemimpin bagi segolongan laki-laki dan segolongan perempuan yang lain,
dikarenakan sifat laki-laki yang lebih tangguh dalam menanggung beban duniawi
maupaun akhirat.
Demikian materi yang
dapat saya sampaikan semoga bermanfaat bagi kita semua, aamiiin...
Referensi
Muhammad Ali Ash-Shabuni. 1995. Hukum
Waris Islam, Ali bahasa: Sarmin Syukur. Surabaya: Al-Ikhlas.
Depag RI. 1989. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Surabaya:
CV. Jaya Sakti.