Lazada Indonesia

Pages

Wednesday, August 28, 2013

Sejarah Singkat Empat Imam Mazhab

POKOK PEMBAHASAN
  1. Pengertian Mazhab Fiqih
  2. Latar Belakang dan Sejarah Empat Mazhab
  3. Biografi Empat Imam Mazhab





A. Pengertian Mazhab Fiqih


Kata mazhab berasal dari bahasa Arab yaitu ism makan (kata benda tempat) dari akar kata dzahab (pergi). Jadi, secara etimologis mazhab artinya “tempat pergi”, yaitu jalan (ath-thariq).
Huzaemah Tahido Yanggo mengungkapkan mazhab adalah pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh imam mujtahid dalam memecahkan masalah atau mengistinbatkan hukum Islam. Sedangkan menurut istilah ushul fiqh, mazhab adalah kumpulan pendapat mujtahid yang berupa hukum-hukum Islam, yang digali dari dalil-dalil syariat yang rinci serta berbagai kaidah (qawa’id) dan landasan (ushul) yang mendasari pendapat tersebut dengan saling terkait satu sama lain sebegai satu kesatuan yang utuh.
Menurut Muhammad Husain Abdullah, istilah mazhab mencakup dua hal:
  1. Sekumpulan hukum-hukum Islam yang digali seorang imam mujtahid.
  2. Ushul fikih yang menjadi jalan (thariq) yang ditempuh mujtahid untuk menggali hukum-hukum Islam dari dalil-dalil yang rinci.
Sementara itu, fiqih secara etimologis berarti paham, sesuai dengan hadist Rasulullah SAW. Beliau bersabda, “Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan maka akan diberikan pemahaman pada masalah agama.” (HR. Bukhari dan Muslim). Makna fiqih sendiri secara terminologis adalah ilmu yang mempelajari hukum-hukum syariah amaliyah yang diambil dari dalil-dalil yang rinci.
Dari uraian di atas, kita dapat menyimpulkan pengertian dari mazhab fiqih adalah pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh imam mujtahid dalam memecahkan masalah, atau mengistinbatkan hukum-hukum syariah amaliyah.

B. Latar Belakang dan Sejarah Singkat Munculnya Empat Mazhab

Sebagaimana diketahui, bahwa ketika agama Islam telah tersebar meluas ke berbagai penjuru, banyak sahabat Nabi yang telah pindah tempat dan berpencar ke negara yang baru. Dengan demikian, kesempatan untuk bertukar pikiran atau bermusyawarah memecahkan sesuatu masalah sukar dilaksanakan. Sejalan dengan kejadian tersebut, Qasim Abdul Aziz Khomis menjelaskan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan ikhtilaf di kalangan sahabat ada tiga, yakni:
  1. perbedaan para sahabat dalam memahami nash-nash Al-Quran.
  2. Perbedaan para sahabat yang disebabkan perbedaan riwayat.
  3. Perbedaan para sahabat disebabkan karena ra’yu.
Sementara Jalaluddin Rahmat melihat penyebab ikhtilaf dari sudut pandang yang berbeda. Beliau berpendapat bahwa salah satu penyebab utama ikhtilaf di kalangan para sahabat adalah adanya prosedur penetapan hukum untuk masalah-masalah baru yang tidak terjadi pada zaman Rasulullah SAW.
Setelah berakhirnya masa sahabat, kemudian dilanjutkan dengan masa Tabi’in. Ijtihad para sahabat dan Tabi’in dijadikan suri tauladan oleh generasi penerusnya yang tersebar di berbagai daerah wilayah dan kekuasaan Islam pada waktu itu. Generasi ketiga ini dikenal dengan Tabi’it dan Tabi’in. Di dalam sejarah dijelaskan bahwa masa ini dimulai ketika memasuki abad kedua hijriah, dimana pemerintahan Islam dipegang oleh Daulah Abbasiyyah.
Dari mata rantai sejarah di atas, jelas terlihat bahwa pemikiran fiqih dimulai dari zaman sahabat, tabiin, hingga munculnya mazhab-mazhab fiqih. Dari sini pula dapat kita rumuskan sebab-sebab munculnya mazhab pada periode ini. Namun, mazhab-mazhab pada masa itu tidak terbatas pada empat Imam mazhab seperti yang ada sekarang.
Dr. Thaha Jabir Fayyadh al-‘Ulwani berkesimpulan bahwa saat itu muncul sekitar tiga belas mazhab tetapi hanya delapan atau sembilan saja yang dapat diketahui dengan jelas dasar-dasar metode fiqhiyah yang mereka pergunakan.

C. Biografi Empat Imam Mazhab

1. Imam Hanafi (80 H - 150 H) 

 

Nama Beliau sebenarnya adalah Imam Abu Hanifah al-Nu’am bin Sabit bin Zauti. Lahir pada tahun 80 H di kota Kuffah pada masa dinasti Umayyah. Semua literatur yang mengungkapkan kehidupan Abu hanifah menyebutkan bahwa Abu Hanifah adalah seorang ‘alim yang mengamalkan ilmunya, zuhud, ‘abid, wara’ taqiy, khusyu’, dan tawadhu’.

Imam Hanafi disebutkan sebagai tokoh yang pertama kali menyusun kitab Fiqh berdasarkan kelompok-kelompok yang berawal dari kesucian (taharah), shalat, dan seterusnya, yang kemudian diikuti oleh ulama-ulama sesudahnya seperti Malik bin Anas, Imam Syafi’i, Abu Dawud, Bukhari, Muslim, dan lainnya.

Pada akhir hayatnya Abu Hanifah diracuni. Sebagaimana yang disampaikan dalam kitab Al-Baar Adz-Dzahabi berkata, diriwayatkan bahwa khalifah Al-Manshur memberi minuman beracun kepada Imam Abu Hanifah dan dia pun meninggal sebagai syahid.
Latar belakang kematiannya karena ada beberapa penyebar fitnah yang tidak suka pada Abu Hanifah, memberi keterangan palsu pada Al-Manshur sehingga Al-Manshur melakukan pembunuhan itu. Dan ada sebuah riwayat shahih mengatakan bahwa ketika merasa kematiannya dekat, Abu Hanifah bersujud hingga Beliau meninggal dalam keadaan sujud.
Para ahli sejarah sepakat bahwa Beliau meninggal pada bulan Rajab tahun 150 H dalam usia 70 tahun di Mesir. 


2. Imam Maliki (93 H - 179 H) 

Nama lengkap Beliau adalah Malik bin Anas Abi Amir al-Ashbahi dengan julukan Abu Abdillah. Dalam sumber lain menyebutkan bahwa nama lengkap Beliau adalah Malik bin Anas bin Malik bin Abu ‘Amir bin ‘Amr bin Al-Harits bin Ghaiman bin Khutsail bin ‘Amr bin Al-Harits Al Himyari Al-Ashbahi Al-Madani.

Malik bin Anas lahir di Madinah pada tahun 93 H. Sejak muda ia sudah menghafal Al-Quran dan sudah nampak minatnya dalam ilmu pengetahuan. Ia dipandang ahli dalam berbagai cabang bidang ilmu, khususnya ilmu haduts dan fiqih.
3. Imam Syafi’i (150 H - 204 H) 
Beliau bernama Abu Abdullah, Muhammad ibnu Idris bin Abbas bin Usman bin Syafi’i bin Saaib bin ‘Abiid bin Abdu Yazid bin Hasim.
Kemudian pada tahun 199 H Beliau pindah ke Mesir, hingga Beliau wafat tahun-tahun tarakhirnya digunakan untuk menulis dan merevisi buku-buku yang pernah ditulisnya. Buku karya Imam Syafi’i diantaranya adalah Ar-Risalah yang ditulis ketika Beliau di Makkah, kemudian direvisi dengan dikurangi dan ditambah sesuai dengan perkembangan baru di Mesir. Imam Syafi’i wafat pada tahun 204 H di Mesir.
4. Imam Hambali (164 H - 241 H) 
Nama lengkap Beliau adalah Ahmad bin Hambal bin Hilal bin Usd bin Idris bin Abdullah bin Hayyan ibn Abdullah binAnas bin Auf bin Qasit bin Mazin bin Syaiban. Beliau terlahir di Baghdad, Irak pada tahun 164 H/780 M. Ayahnya meninggal dunia ketika Beliau masih kecil, yang kemudian diasuh oleh ibunya.
Ilmu pertama yang dipelajari Imam Hambali adalah Al Qur’an hingga Beliau hafal pada usia 15 tahun, Beliau juga mahir baca-tulis dengan sempurna sehingga dikenal sebagai orang yang paling indah tulisannya. Selanjutnya Beliau mulai berkonsentrasi pada ilmu hadist di awal usianya ketika menginjak 15 tahun. Beliau telah mempelajari Hadits sejak kecil dan untuk mempelajari Hadits ini Beliau pernah pindah dan merantau ke Syam (Syiria).
Setelah sakit sembilan hari, Imam Hambali menghembuskan nafas terakhirnya di pagi hari Jum’at bertepatan dengan tanggal 12 Rabi’ul Awwal 241 H pada usia 77 tahun. Jenazah Beliau dihadiri delapan ratus ribu pelayat lelaki dan enam puluh ribu pelayat perempuan.







REFERENSI

Sejarah Empat Imam Mazhab

Saturday, August 24, 2013

Tokoh Pembaharuan Islam di Indonesia



Pokok Pembahasan



  1. Cak Nur (Nurcholis Madjid)
  2. K.H. Ahmad Dahlan
  3. Syekh Muhammad Jamil Jambek
  4. Abdul Karim Amrullah




A. Tokoh-tokoh Pembaharuan Islam di Indonesia


Abad ke-19 adalah awal kemunculan ideologi pembaruan Islam yang diserukan oleh Jamaludin Al-afghani dan Muhammad Abduh. Pembaruan Islam yang tumbuh begitu pesat didukung pula dengan berdirinya sekolah-sekolah pembaruan seperti Adabiah (1909), Diniyah Putri (1911), dan Sumatera Thawalib (1915).

1. Cak Nur (Nurcholis Madjid)

Cak Nur atau biasa di sebut nurcholis madjid dianggap sebagai ikon pembaruan pemikiran dan gerakan Islam di Indonesia. Gagasannya tentang pluralisme telah menempatkannya sebagai intelektual Muslim terdepan di masanya, terlebih di saat Indonesia sedang terjerumus di dalam berbagai kemorosotan dan ancaman disintegrasi bangsa. Cak Nur dikenal dengan konsep pluralismenya yang mengakomodasi keberagaman / ke-bhinneka-an keyakinan di Indonesia. Menurut Cak Nur, keyakinan adalah hak primordial setiap manusia dan keyakinan meyakini keberadaan Tuhan adalah keyakinan yang mendasar. Keyakinan tersebut sangat mungkin berbeda-beda antar manusia satu dengan yang lain, walaupun memeluk agama yang sama.
Hal ini berdasar kepada kemampuan nalar manusia yang berbeda-beda, Cak Nur mendukung konsep kebebasan dalam beragama. Bebas dalam konsep Cak Nur tersebut dimaksudkan sebagai kebebasan dalam menjalankan agama tertentu yang disertai dengan tanggung jawab penuh atas apa yang dipilih. Cak Nur meyakini bahwa manusia sebagai individu yang paripurna, ketika menghadap Tuhan di kehidupan yang akan datang akan bertanggung jawab atas apa yang ia lakukan, dan kebebasan dalam memilih adalah konsep yang logis. Manusia akan bertanggung jawab secara pribadi atas apa yang ia lakukan dengan yakin. Apa yang diyakini, itulah yang dipertanggung jawabkan. Maka pahala ataupun dosa akan menjadi imbalan atas apa yang secara yakin ia lakukan.
Sebagai tokoh pembaruan dan cendikiawan Muslim Indonesia, seperti halnya K.H Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Cak Nur sering mengutarakan gagasan-gagasan yang dianggap kontroversial terutama gagasan mengenai pembaruan Islam di Indonesia. Pemikirannya dianggap sebagai sumber pluralisme dan keterbukaan mengenai ajaran Islam terutama setelah berkiprah dalam Yayasan Paramadina dalam mengembangkan ajaran Islam yang moderat.
Namun demikian, ia juga berjasa ketika bangsa Indonesia mengalami krisis kepemimpinan pada tahun 1998. Cak Nur sering diminta nasihat oleh PresidenSoeharto terutama dalam mengatasi gejolak pasca kerusuhan Mei 1998 di Jakarta setelah Indonesia dilanda krisis hebat yang merupakan imbas krisis 1997. Atas saran Cak Nur, Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya untuk menghindari gejolak politik yang lebih parah.
Ide dan Gagasan Cak Nur tentang sekularisasi dan pluralisme tidak sepenuhnya diterima dengan baik di kalangan masyarakat Islam Indonesia. Terutama di kalangan masyarakat Islam yang menganut paham tekstualis literalis (tradisional dan konservatif) pada sumber ajaran Islam. Mereka menganggap bahwa paham Cak Nur dan Paramadinanya telah menyimpang dari teks-teks Al-Quran dan Al-Sunnah. Gagasan Cak Nur yang paling kontroversial adalah saat dia mengungkapkan gagasan "Islam Yes, Partai Islam No?" yang ditanggapi dengan polemik berkepanjangan sejak dicetuskan tahun 1960-an, sementara dalam waktu yang bersamaan sebagian masyarakat Islam sedang gandrung untuk berjuang mendirikan kembali partai-partai yang berlabelkan Islam. Konsistensi gagasan ini tidak pernah berubah ketika setelah terjadi reformasi dan terbukanya kran untuk membentuk partai yang berlabelkan agama.

2. K.H. Ahmad Dahlan

K.H. Ahmad Dahlan atau dikenal dengan Kiai Dahlan telah membawa pembaharuan dan membuka kacamata modern Islam di Indonesia sesuai dengan panggilan dan tuntutan zaman, bukan lagi secara tradisional. Beliau mengajarkan kitab suci Al Qur’an dengan terjemahan dan tafsir agar masyarakat tidak hanya pandai membaca ataupun melantunkan ayat Al Qur’an semata, melainkan dapat memahami makna yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian diharapkan akan membuahkan amal perbuatan sesuai dengan yang diharapkan dalam Al Qur’an itu sendiri. Menurut pengamatannya, keadaan masyarakat sebelumnya hanya mempelajari Islam dari kulitnya saja tanpa mendalami dan memahami isinya. Sehingga Islam hanya menjadi suatu dogma yang mati.
Di bidang pendidikan, Kiai Dahlan juga mereformasi sistem pendidikan pesantren zaman itu, yang menurutnya tidak jelas antara jenjang dan metode yang diajarkan lantaran mengutamakan hafalan dan tidak merespon ilmu pengetahuan umum. Sehingga Kiai Dahlan mendirikan sekolah-sekolah agama dengan memberikan pelajaran pengetahuan umum serta bahasa Belanda. Bahkan ada juga Sekolah Muhammadiyah seperti H.I.S. met de Qur’an. Sebaliknya, beliau pun memasukkan pelajaran agama pada sekolah-sekolah umum. Kiai Dahlan terus mengembangkan dan membangun sekolah-sekolah. Sehingga semasa hidupnya, beliau telah banyak mendirikan sekolah, masjid, langgar, rumah sakit, poliklinik, dan rumah yatim piatu.
Kegiatan dakwah pun tidak ketinggalan.Beliau semakin meningkatkan dakwah dengan ajaran pembaruannya. Di antara ajaran utamanya yang terkenal, beliau mengajarkan bahwa semua ibadah diharamkan kecuali yang ada perintahnya dari Nabi Muhammad SAW. Beliau juga mengajarkan larangan ziarah kubur, penyembahan dan perlakuan yang berlebihan terhadap pusaka-pusaka keratin seperti keris, kereta kuda, dan tombak. Di samping itu, beliau juga memurnikan agama Islam dari percampuran ajaran agama Hindu, Budha, animisme, dinamisme, dan kejawen.
Di bidang Organisasi, pada tahun 1918, beliau membentuk organisasi Aisyiyah yang khusus untuk kaum wanita. Pembentukan organisasi Aisyiyah, yang juga merupakan bagian dari Muhammadiyah ini, sebagai bentuk kesadaran pentingnya peranan kaum wanita dalam hidup dan perjuangannya sebagai pendamping dan partner kaum pria. Sementara untuk pemuda, Kiai Dahlan membentuk Padvinder atau Pandu – sekarang dikenal dengan nama Pramuka – dengan nama Hizbul Wathan disingkat H.W. Di sana para pemuda diajari baris-berbaris dengan genderang, memakai celana pendek, berdasi, dan bertopi. Hizbul Wathan ini juga mengenakan uniform atau pakaian seragam, mirip Pramuka sekarang.

3. Syekh Muhammad Jamil Jambek

Sebagai ulama pelopor pembaruan Islam dari Sumatera Barat awal abad ke-20, serta sebagai ahli ilmu falak terkemuka. Nama Syekh Muhammad Jamil Jambek lebih dikenal dengan sebutan Syekh Muhammad Jambek. Beliau dilahirkan dari keluarga bangsawan dan juga merupakan keturunan penghulu. Ayahnya bernama Saleh Datuk Maleka, seorang kepala nagari Kurai, sedangkan ibunya berasal dari Sunda. Kiprahnya mampu memberikan warna baru di bidang kegiatan keagamaan di Sumatera Barat. Mengutip Ensiklopedia Islam, Syekh Muhammad Jambek juga dikenal sebagai ulama yang pertama kali memperkenalkan cara bertablig di muka umum. Barzanji (rawi) atau marhaban (puji-pujian) yang biasanya dibacakan di surau-surau saat peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, digantinya dengan tablig yang menceritakan riwayat lahir Nabi Muhammad dalam bahasa Melayu.
Demikian halnya dengan kebiasaan membaca riwayat Isra Mi'raj Nabi Muhammad dari kitab berbahasa Arab. Dia menggantinya dengan tablig yang menceritakan peristiwa tersebut dalam bahasa Melayu, sehingga dimengerti oleh seluruh lapisan masyarakat. Termasuk juga tradisi membaca kitab, digantinya dengan membahas masalah kehidupan sehari-hari. Menurutnya, semua itu dilakukan karena agama diperuntukkan bagi siapa saja yang dapat memahaminya. Ia pun dikenal sebagai ulama yang lebih bergiat di aktivitas tablig dan ceramah.
Seiring perjalanan waktu, sikap dan pandangannya terhadap tarekat mulai berubah. Syekh Muhammad Jambek kini tidak lagi tertarik pada tarekat. Pada awal tahun 1905, ketika diadakan pertemuan ulama guna membahas keabsahan tarekat yang berlangsung di Bukit Surungan, Padang Panjang, Syekh Muhammad berada di pihak yang menentang tarekat. Dia "berhadapan" dengan Syekh Bayang dan Haji Abbas yang membela tarekat.
Kemudian dia menulis buku mengenai kritik terhadap tarekat berjudul Penerangan Tentang Asal Usul Thariqatu al-Naksyabandiyyah dan Segala yang Berhubungan dengan Dia, terdiri atas dua jilid. Salah satu penjelasan dalam buku itu, yakni tarekat Naksyabandiyyah diciptakan oleh orang dari Persia dan India. Syekh Muhammad Jambek menyebut orang-orang dari kedua negeri itu penuh takhayul dan khurafat yang makin lama makin jauh dari ajaran Islam.
Buku lain yang ditulisnya berjudul Memahami Tasawuf dan Tarekat dimaksudkan sebagai upaya mewujudkan pembaruan pemikiran Islam. Akan tetapi secara umum dia bersikap tidak ingin bermusuhan dengan adat istiadat Minangkabau. Tahun 1929, Syekh Muhammad Jambek mendirikan organisasi bernama Persatuan Kebangsaan Minangkabau dengan tujuan untuk memelihara, menghargai, dan mencintai adat istiadat setempat.
Di samping juga untuk memelihara dan mengusahakan agar Islam terhindar dari bahaya yang dapat merusaknya. Selain itu, dia juga turut menghadiri kongres pertama Majelis Tinggi Kerapatan Adat Alam Minangkabau tahun 1939. Yang tak kalah pentingnya dalam perjalanan dakwahnya, pada masa pendudukan Jepang, Syekh Muhammad Jambek mendirikan Majelis Islam Tinggi (MIT) berpusat di Bukittinggi.

4. Abdul Karim Amrullah

Lahir dengan nama Muhammad Rasul di Nagari Sungai Batang, Maninjau, Agam, Sumatera Barat, 10 Februari 1879. Beliau dijuluki sebagai Haji Rasul dan merupakan salah satu ulama terkemuka sekaligus reformis Islam di Indonesia. Beliau juga merupakan pendiri Sumatera Thawalib, sekolah Islam modern pertama di Indonesia.
Abdul Karim Amrullah dilahirkan dari pasangan Syekh Muhammad Amrullah dan Andung Tarawas. Ayahnya, yang juga dikenal sebagai Tuanku Kisai, merupakan syekh dari Tarekat Naqsyabandiyah. Bersama dengan Abdullah Ahmad, Abdul Karim Amrullah menjadi orang Indonesia pertama yang memperoleh gelar doktor kehormatan dari Universitas Al-Azhar, di Kairo, Mesir. Pada tahun 1894, beliau dikirim oleh ayahnya ke Mekkah untuk menimba ilmu dan berguru pada Syeikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi yang pada waktu itu menjadi guru dan imam Masjidil Haram. Pada tahun 1925, sepulangnya dari perjalanan ke Jawa, beliau mendirikan cabang Muhammadiyah di Minangkabau, tepatnya di Sungai Batang, kampung halamannya. Salah satu putranya, yaitu Hamka, nama pena dari Haji Abdul Malik Karim Amrullah, dikenal banyak orang sebagai ulama besar dan sastrawan Indonesia angkatan Balai Pustaka.
Abdul Karim Amrullah meninggal di Jakarta, 2 Juni 1945 pada usia 66 tahun.






REFERENSI


Nasution, Harun. 1994. Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.