Indonesia Perlu Berzakat ?
Pembahasan:
- Pengertian zakat ?
- Dasar hukum zakat di Indonesia ?
- Paja VS Zakat ?
- Penerapan zakat di Indonesia ?
- Kesimpulan
Sistem ekonomi syariah telah
berkembang di berbagai negara Islam di
dunia. Sistem yang berlandaskan Al Qur’an dan Haidst ini bahkan mulai menjadi sorotan para ahli
ekonomi barat ketika krisis melanda setelah perang dunia ke-II.
Keadilan
dan kesejahteraan sosial merupakan tujuan utama ekonomi syariah. Untuk mewujudkan
hal tersebut, beberapa instrument seperti infaq, sedekah, zakat, dan wakaf
menjadi prioritas utama yang tidak boleh ditinggalkan. Dalam materi ini, saya
akan membahas tentang penerapan zakat dan relevansinya dalam dunia ekonomi
seiring dengan perkembangan ekonomi global yang dipimpin oleh sistem ekonomi
kalpitalis dan liberal.
A.
Pengertian Zakat
Zakat
berasal dari kata zakâh (dari kata kerja zakâ) dalam bahasa Arab yang
artinya “penyucian” atau “pengembangan”. Secara umum zakat adalah pemberian harta dengan
kadar tertentu kepada yang berhak sebagai ibadah wajib kepada Allah. Zakat merupakan
ibadah wajib bagi orang yang mampu (memiliki harta lebih) untuk menyucikan jiwa
maupun harta, karenanya zakat terbagi menjadi zakat fitrah dan zakat maal.
Zakat fitrah hanya dibayarkan sekali
dalam setahun, yakni pada pada bulan ramadhan, sebagai bentuk pensucian jiwa
seorang muslim. Sementara zakat maal (zakat
harta) dibayarkan setelah harta yang dimiliki telah mencapai nisab dan haulnya.
B.
Dasar Hukum Zakat di Indonesia
Setiap negara- negara islam di dunia memiliki aturan tersendiri dalam
penerapan zakat di negaranya. Indonesia dengan
mayoritas penduduk muslim pun turut
membawa istrumen zakat masuk ke
dalam peraturan perundang-undangan, Sebagaimana tercermin dari UU No. 38 tahun
1999 tentang pengelolaan zakat.
Sebelum tahun 90-an, penerapan zakat di Indonesia masih bersifat sangat
tradisional dimana zakat yang diberikan pada umumnya hanya bersifat konsumtif
untuk keperluan sesaat, objeknya pun terbatas pada harta-harta yang secara
eksplisit dikemukakan dalam Al Qur’an dan hadist, seperti; emas, perak, hasil
pertanian (hanya makanan pokok), peternakan, perdagangan (terbatas pada
komoditas berbentuk barang), dan rikaz (barang temuan). Hingga pada tahun 90-an, sosialisasi mengenai
zakat mulai gencar dilakukan termasuk penambahan objek zakat, yakni zakat
penghasilan atau zakat profesi.
Berdasarkan Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 581 tahun 1999 tentang
pelaksanaan UU No. 38 tahun 1999 dikemukakan bahwa pengelolaan zakat bertujuan
untuk :
- Meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan tuntunan agama.
- Meningkatkan fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam uapaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan social.
- Meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat.
Dalam Bab
III undang-undang tersebut, dikemukakan bahwa organisasi pengelola zakat
terdiri dari dua jenis, yakni Badan Amil Zakat (BAZ—pasal 6) dan Lembaga Amil Zakat
(LAZ—pasal 7). Selanjutnya pada Bab VIII dikemukakan pula bahwa setiap
pengelola zakat yang karena kelalaiannya tidak mencatan atau mencatat dengan
tidak benar tentang zakat, infaq, sedekah, hibah, wasiat, waris, dan kafarat,
sebagaimana yang dimaksud pasal 8, 11,
dan 12 undang-undang tersebut, diancam dengan hukuman kurungan selama-lamanya
tiga bulan dan/atau denda sebanyak-banyaknya Rp 30.000.000 (tiga puluh juta
rupiah). Sanksi ini dimaksudkan agar BAZ dan LAZ menjadi lembaga negara yang
amanah dan dipercaya oleh masyarakat, sehingga pada akhirnya masyarakat
bersedia menyerahkan zakatnya kepada lembaga pengelola zakat.
Perkembangan
selanjutnya pada tahun 2011, Pemerintah mengganti UU No. 38 tahun 1999 dengan
UU No. 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat.
C.
Pajak VS
Zakat
Pajak adalah
iuran wajib yang dibayarkan oleh rakyat sebagai sumbangan kepada negara, provinsi, kota madya, dan
sebagainya. Berdasarkan perspektif ekonomi pajak diartikan sebagai beralihnya
sumber daya dari sektor
privat kepada sektor publik,
dimana pajak menyebabkan berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai
sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasadan bertambahnya
kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa publik yang
merupakan kebutuhan masyarakat.
Sementara
itu, berdasarkan perspektif hukum menurut Soemitro, pajak diartikan sebagai
suatu perikatan yang timbul karena adanya undang-undang yang menyebabkan
timbulnya kewajiban warga negara untuk menyetorkan sejumlah penghasilan
tertentu kepada negara, dimana negara mempunyai kekuatan untuk memaksa dan uang
pajak tersebut harus dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan.
Dalam peraturan perundang-undangn
Pasal 1 angka 1 UU No. 6 Tahun 1983
sebagaimana telah disempurnakan dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan
tata cara perpajakan dikemukakan bahwa "kontribusi wajib kepada negara
yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan
untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat''. Dari pasal di atas, dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
- Pajak dipungut berdasarkan undang-undang. Sesuai UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan "pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang."
- Pemungutan pajak dapat dipaksakan
- Tidak mendapatkan jasa timbal balik yang dapat ditunjukkan secara langsung.
- Pemungutan pajak diperuntukan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan.
- Selain fungsi mengisi Kas/Anggaran Negara pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi mengatur / regulatif).
Pajak
sebagai tanggung jawab yang harus dibayarkan bagi setiap warga yang termasuk dalam
wajib pajak, sekilas memiliki persamaan dengan peran zakat. Namun dari segi
falsafah, sistem pajak dan zakat adalah berbeda. Sistem pajak dibuat oleh
negara yang diatur dalam undang-undang dengan tujuan pembiayaan pembangunan dan
pengurusan negara, sementara zakat merupakan aturan agama yang bersumber dari Al Quran dan Hadist, dengan maksud untuk
penyucian rohani dan ketaqwaan kepada Allah SWT serta memberi kesejahteraan kepada
8 asnaf (golongan penerima zakat; fakir, miskin, mu’alaf, riqab, amil, gharim,
sabilillah, dan ibnu sabil).
Ketentuan zakat
bersifat universal. Di negara manapun ketentuan zakat bagi seorang muslim
adalah sama dan tidak dapat dirubah. Berbeda dengan pajak yang bergantung pada
kondisi negara atau pemerintahan tertentu. undang-undang pajak dapat dihapus
atau perbaharui sesuai dengan perkembangan zaman.
Walaupun
zakat bersifat lebih kepada kesejahteraan sosial, institusi zakat di Indonesia
lebih lemah dari institusi pajak. Hal
ini dapat kita lihat dari gencarnya pemerintah menggalakan pajak dibandingkan
dengan zakat. Hal yang sama juga terjadi pada istitusi zakat Malaysia, dimana
belum memiliki perundang-undangan yang kuat untuk menjerat orang-orang yang tidak
mau membayar zakat. Zakat hanya dijadikan sumbangan sukarela dan bersifat pribadi (antara individu
dengan Tuhan)
D.
Penerapan
Zakat di Indonesia
Indonesia
dengan jumlah muslim terbanyak di dunia sebenarnya memiliki potensi zakat yang
cukup besar. Berdasarkan akumulasi perhitungan BAZNAS, potensi zakat di
Indonesia dapat mencapai Rp 217,3 triliun
tiap tahunnya. Namun pada kenyataannya
jumlah zakat yang terealisasi bahkan tidak mencapai 10% dari jumlah yang
ditargetkan . Terhitung pada tahun 2012 mulai bulan Januari hingga bulan Oktober,
penerimaan zakat baru mencapai Rp1,7
triliun. Jumlah itu memang melebihi pengumpulan zakat nasional pada tahun 2011
yakni sebesar Rp1,5 triliun.
Hasil zakat
yang terkumpul digunakan untuk berbagai kegiatan sosial dan keagamaan, seperti:
pendirian rumah sehat BAZNAS, pendirian rumah cerdas anak bangsa, baitul
qiradh, tanggap darurat bencana, dan pusat pelayanan musatahik. Selain itu juga
zakat telah membantu 1,7 juta orang mustahiq setiap tahunnya, disamping dana Rp 73,7 trilliun per tahun yang
dikeluarkan pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan.
E. Kesimpulan
Islam sebagai
agama yang sempurna telah member jalan keluar dalam setiap masalah kehidupan manusia
dengan sebaik-baiknya. Tak terkecuali dalam dunia ekonomi, islam mengajarkan
tentang sistem ekonomi syariah.
Indonesia sebagai
negara yang mayoritas penduduk muslim
juga berupaya untuk menegakan sistem ekonomi syariah guna menciptakan
kesejahteraan ekonomi bagi semua kalangan. Tetapi penerapan sistem ekonomi
islam di Indonesia belum dapat berkembang layaknya negara-negara islam di
dunia, khususnya ASEAN. Walaupun pada sektor perbankan syariah kita melihat
kemajuan 15% per tahunnya, namun instrument ekonomi syariah tidak sebatas pada
perbankan syariah. Terdapat sistem penyumbang kekayaan seperti sedekah, infaq,
zakat dan wakaf.
BAZIS sebagi lembaga negara yang berperan
mengurus zakat, infaq, dan sedekah, menunjukan data yang kurang menyenangkan. Tercatat
pada tahun 2012, hanya Rp 1,7 triliun zakat terkumpul dari Rp 217,3 triliun jumlah
potensi zakat di Indonesia. Penegakan pembayaran zakat memang belum
dapat dilakukan secara optimal di Indonesia mengingat keterbatasan peraturan
dalam UU No. 38 tahun 1999.
Mengingat
pentingnya tugas mulia zakat, yakni sebagai bukti ketaqwaan umat muslim kepada
Allah SWT dan pembagian kesejahteraan ekonomi untuk golongan kurang mampu, maka
aplikasi zakat tidak bisa di anggap sebagai hal yang sepele. Kita sebagi umat
muslim harusnya ikut berpartisipasi dan menjadikan zakat sebagai kewajiban.
Adapun
penyebab kelemahan BAZIS di Indonesia adalah sebagi berikut:
1. Pemerintah
labih gencar menggiatkan pajak dibandingkan zakat, sedekah, infak, dsb.
2. Kekhawatiran
masyarakat apabila harus membayar pajak dan zakat tanpa ada keringanan.
3. Lemahnya
undang-undang pelaksanaan zakat yang berlaku.
4. Kurangnya
kesadaran pengusaha muslim untuk menjadikan untuk memasukan zakat ke dalam
segala aspek ekonomi.
5. Lembaga
pengumpul zakat tradisional belum mendapat bukti legal dari negara sebagai
lembaga pengurus zakat.
Berdasarkan permasalahan di atas,
maka dapat diambil langkah guna meraih jalan keluar untuk meningkatkan fungsi
BAZIS, diantanya:
- Perlu diadakan sosialisasi lebih luas tentang zakat dan macam-macanya.
- Lembaga Amil Zakat membuat iklan baik cetak maupun digital yang sifatnya mengajak para muzaki.
- Pemberian zakat untuk modal usaha sehingga labih bermanfaat.
- Pemanfaatan e-zakat untk memudahkan seseorang untuk membayar zakat.
- Disamping pengumpulan zakat, infaq dan sedekah, juga terdapat waqaf yang bisa dimanfaatkan sebagai investasi untuk kepentingan sosial, seperti pembangunan tempat ibadah, sekolah, rumah sakit, dan perumahan rakyat miskin.
Demikian
yang dapat saya sampaikan, semoga materi ini bermanfaat bagi kita semua.
Amiiin...
REFERENSI
Hafidhuddin,
Didin, dkk. 2008. The Power of Zakat: Studi Perbandingan Zakat Asia Tenggara.Malang:
UIN-Malang Press