Lazada Indonesia

Pages

Sunday, May 5, 2013

Antara Zakat dan Ahli Waris


Pembahasan :
1.      Apa Pengertian Waris ?
2.      Begaimana Pembagian Waris ?
3.      Perbedaan waris laki-laki dan Perempuan ?
4.      Adakah Zakat untuk Waris ?





Sebagai sebuah agama yang sempurna dan diturunkan oleh Allah SWT, islam telah mengatur kehidupan manusia dalam berbagai aspek abik kehidupan di dunia maupun kehidupan di akhirat. Dalam materi ini saya akan membahas hukum seputar waris, khususnya pembagian waris dan kaitannya dengan zakat menurut syariat islam.

A.       Pengertian Waris

Waris adalah suatu bentuk peninggalan harta seseorang yang telah meninggal dunia dan diberikan kepada yang berhak atasnya, seperti keluarga, saudara, dan kaum kerabat. Dalam Al Qur’an, waris diungkapkan dengan tiga jenis kata, yaitu: miirats, faraidh, dan tirkah.
a.        Miirats, menurut bahasa artinya perpindahan sesuatu dari seseorang kepada orang lain. Menurut istilah syara’, miirats adalah berpindahnya hak kepemilikan dari orang yang meninggal kepada ahli warisnya yang masih hidup, baik yang ditinggalkan itu berupa harta (uang), tanah, atau apa saja yang berupa hak milik legal secara syar'i.
b.    Faraidh, menurut bahasa artinya menentukan, memastikan, menghalalkan dan mewajibkan. Menurut istilah syara', faraid adalah pembahagian harta seorang Islam yang telah meninggal dunia dan tidak meninggalkan wasiat sebelum kematiannya. Maka harta peninggalannya akan dibahagikan kepada ahli warisnya, seperti: anak, isteri, suami, ibu, dll. Bentuk harta yang boleh dibagikan secara faraidh antara lain: tanah, bangunan (rumah), uang, perhiasan (emas dan perak), dan binatang ternak.
c.     Tirkah, menurut bahasa artinya sesuatu yang ditinggalkan. Menurut istilah syara’, tirkah  adalah segala yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal yang dibenarkan oleh syariat untuk diwarisi oleh ahli warisnya.

B.        Pembagian Waris
Hukum pembagian waris telah diatur dalam Al Qur’an dan Sunnah, baik itu untuk laki-laki maupun perempuan. Allah SWT berfirman dalam Al Qur’an surat An Nisa ayat 7, yang artinya :    
 “Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik itu sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan”.
Pemberi waris dalam islam disebut dengan muwarits, penerimanya disebut waarits, dan harta yang diwariskan disebut mauruuts. Adapun yang tergolong waarits adalah anak, suami-istri, ibu-bapak, saudara laki-laki dan perempuan, dan orang yang memerdekakan budak (ada hubungan dengan si mayit).  Islam menjelaskan pembagian hak waris secara lebih detail dalam Al Qur’an surat An Nisa ayat 11-12:
“ Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
“ Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak, Maka Para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari’at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun.”
Dari penjelasan di atas, terdapat 6 jenis persentase pembagian harta warisan, yaitu: setengah  (1/2), seperempat (1/4), seperdelapan (1/8), dua per tiga (2/3), sepertiga (1/3), dan seperenam (1/6). Penjelasan lebih lanjut dapat digambarkan dalam table berikut:


No.
Persentase
Waarits (penerima waris)
1.

½ bagian
Seorang suami yang ditinggalkan istrinya, dengan syarat tidak memiliki keturunan anak laki-laki maupun perempuan, baik yang berasal dari darah dagingnya atau bukan
Anak kandung perempuan (tunggal/semata wayang)
Cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki dengan 3 syarat apabila cucu tersebut tidak memiliki anak laki-laki, dia merupakan cucu tunggal, dan Apabila pewaris tidak lagi mempunyai anak perempuan ataupun anak laki-laki.
Saudara kandung perempuan yang tidak ada saudara selainnya baik perempuan maupun laki-laki, dan pewaris tidak memiliki ayah atau kakek ataupun keturunan baik laki-laki maupun perempuan.
Saudara perempuan se-ayah dengan syarat: Apabila ia tidak mempunyai saudara (hanya seorang diri), pewaris tidak memiliki saudara kandung baik perempuan maupun laki-laki dan pewaris tidak memiliki ayah atau kakek dan katurunan.
2.
¼ bagian
Seorang suami yang ditinggalkan dengan syarat, istri memilki anak atau cucu dari keturunan laki-lakinya, baik cucu tersebut dari darah dagingnya atau bukan.
Seorang istri yang ditinggalkan dengan syarat, suami tidak memiliki anak atau cucu, baik anak tersebut merupakan anak kandung dari istri tersebut atau bukan.
3.
bagian
Seorang ibu dengan syarat, pewaris tidak mempunyai anak atau cucu laki-laki dari keturunan anak laki-laki. Pewaris tidak memiliki dua atau lebih saudara (kandung atau bukan)
Saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu, dua orang atau lebih dengan syarat pewaris tidak memiliki anak, ayah atau kakek dan jumlah saudara seibu tersebut dua orang atau lebih.
4.
1/6 bagian
Orang tua dari pewaris, dengan syarat si pewaris memiliki anak.
Saudara tunggal seibu, jika pewaris tidak memiliki ayah dan anak.
5.
1/8  bagian
istri yang ditinggalkan oleh suaminya yang memiliki anak atau cucu, baik anak tersebut adalah anak kandungnya atau bukan
6.
2/3 bagian
Dua orang anak kandung perempuan atau lebih, dimana dia tidak memiliki saudara laki-laki (anak laki-laki dari pewaris).
Dua orang cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki dengan syarat pewaris tidak memiliki anak kandung, dan dua cucu tersebut tidak mempunyai saudara laki-laki


Dua saudara kandung perempuan (atau lebih) dengan syarat pewaris tidak memiliki anak, baik laki-laki maupun perempuan, pewaris juga tidak memiliki ayah atau kakek, dan dua saudara perempuan tersebut tidak memiliki saudara laki-laki.
Dua saudara perempuan seayah (atau lebih) dengan syarat pewaris tidak mempunyai anak, ayah, atau kakek. ahli waris yang dimaksud tidak memiliki saudara laki-laki se-ayah. Dan pewaris tidak memiliki saudara kandung.


C.      Perbedaan Waris Laki-laki dan Perempuan

Berdasarkan aturan pembagian harta warisan yang telah dijelaskan di dalam Al Quran, sekilas memang terlihat seperti adanya ketidak adilan atau keberpihakan kepada laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Laki-laki selalu mendapat bagian yang lebih besar bahkan mencapai dua kali lipat jumlahnya dari harta waris yang didapat oleh perempuan.
   Namun, sebenarnya terdapat hikmah keadilan yang sesungguhnya dari pemberlakuan aturan tersebut. Dalam kitab karangan Imam Zaki Al Barudi, beliau menjelaskan, “ Hikmah dari perbedaan perolehan harta warisan dalam kondisi tersebut adalah laki-laki menikah dengan seorang wanita, dan dia berkewajiban untuk menghidupinya dan menghidupi anak-anaknya dalam segala keadaan. Baik ketika wanita itu bersamanya atau ketika ia telah diceraikan darinya. Sedangkan wanita, ia cukup mengurusi dirinya sendiri, atau malahan juga diurusi oleh lelaki, baik sebelum ataupun sesudah menikah “ (Imad Zaki Al-Barudi, 2007: hlm.288).
Di halaman yang sama, Imad Zaki Al-Barudi menjelaskan bahwa perbedaan bagian waris bukan masalah pilih kasih kepada lelaki dengan mengalahkan perempuan. Tetapi, masalahnya adalah tentang keseimbangan dan keadilan antara beban-beban yang ditanggung laki-laki dan beban-beban yang ditanggung perempuan dalam sebuah kewajiban keluarga dan dalam sistem sosial Islam.
Sementara dalam kitab tafsit “Al-Muntakhab” yang disusun oleh sekelompok terkemuka ulama dan pakar Mesir, sistem pembagian warisan dalam al-Qur’an dapat dirangkum sebagai berikut (M. Quraish Shihab, 2000: hlm.352-353):
1.         Hukum waris ditetapkan oleh syari’at, bukan pemilik harta.
2.         Harta waris yang ditetapkan oleh Allah pembagiannya itu diberikan kepada kerabat yang
dekat, tanpa membedakan antara yang kecil dan yang besar.
3.         Dalam pembagian diperhatikan juga sisi kebutuhan.
4.         Ketentuan pembagian warisan ini adalah distribusi, bukan monopoli.
5.         Wanita tidak dihalangi menerima warisan.
Berdasarkan penelitian dalam dunia kedokteran juga menyebutkan bahwa wanita memiliki sistem limbik yang lebih besar dari pria. Hal ini membuat wanita lebih mudah terpengaruh oleh perasaan dan lebih baik dalam mengungkapkan pikiran, emosi, dan perasaan mereka, sayangnya kelebihan dalam sistem limbik akan membuat wanita lebih mudah depresi, terutama ketika produksi hormon mereka meningkat.
Walaupun kita melihat banyak alasan yang melandasi perbedaan dalam pembagian hak waris, pada hakikatnya islam tidak menghalangi perempuan untuk mendapatkan bagian. Terdapat beberapa bagian yang membuat jumlah waris yang diterima perempuan sama dengan jumlah waris yang diterima laki-laki.
HAK YANG SAMA ANTARA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN
Bagian
Status
Keterangan
Bersekutu dalam bagian
Sebagai saudara seibu dengan si pewaris
Jika pewaris mempunyai lebih dari seorang saudara seibu, maka mereka bersekutu dalam ⅓ bagian
1/6 bagian
Sebagai orangtua dari si pewaris
Kedua orangtua pewaris mendapat 1/6 bagian jika si mayat memiliki anak
Sebagai saudara tunggal seibu dari si pewaris
Saudara tunggal seibu dari pewaris mendapat 1/6 jika pewaris tidak memiliki ayah dan anak .
HAK YANG BERBEDA ANTARA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN (P:L = 1:2)
Bagian
Status
Keterangan
Perempuan ½ harta warisan
Anak tunggal
Anak perempuan tunggal mendapat setengah dari harta peninggalan orangtuanya.
Laki-laki 1 harta warisan
Anak laki-laki tunggal memdapat seluruh dari harta peninggalan orangtuanya.
Perempuan 1
Sebagai anak dari pewaris
Anak laki-laki mendapat 2 bagian dan anak perempuan mendapat 1 bagian jika orangtua mereka meninggal (anak seayah-seibu)
Laki-laki 2
Perempuan
Sebagai pasangan si pewaris, dan memiliki anak
Istri akan mendapat warisan ⅛ bagian jika suami memiliki anak
Laki-laki ¼
Suami akam mendapat ¼ jika istri memiliki anak
Perempuan ¼
Sebagai pasangan si pewaris, dan tidak memiliki anak
Istri akan mendapat warisan ¼ bagian jika suami tidak memiliki anak
Laki-laki ½
Suami akan mendapat warisan ½ bagian jika istri tidak memiliki anak


D.       Zakat Waris
   Sebagaimana kepemilikan harta dalam islam, harta warisan juga memiliki kewajiban apabila mencukupi nisab dan telah dilunasi kewajibannya. Adapun kewajiban yang dimaksud seperti melunasi hutang-hutang orang yang meninggal (si pewaris), baik hutang kepada Allah (zakat, kifarat, dsb.) maupun hutang kepada manusia, dan menjalankan wasiat yang dibuatnya. Para ulama berbeda pendapat tentang pembayaran zakat untuk harta warisan, sebagian mengatakan 2,5% dan sebagian yang laing mengatakan 20%.
Pendapat yang pertama, yaitu 2,5%, didasari atas analogi harta warisan ke dalam barang hak milik (perdagangan atau simpanan).  Perhitungan ini sama dengan zakat emas apabila harta warisan tersebut dalam bentuk emas, uang simpanan di bank, ataupun dalam bentuk simpanan lainnya. Jika harta warisan yang diterima tersebut dalam bentuk perusahaan perdagangan, maka zakat yang dikeluarkan adalah sama dengan zakat perdagangan. Sebagaimana dalam sebuah riwayat dari Samurah ibn Jundub: “Rasulullah menyuruh kami untuk mengeluarkan zakat dari barang-barang yang kami jual.” (HR. Abu Daud).
Pendapat yang kedua, yaitu 20%, didasari atas analogi para ulama yang mengqiaskan hart warisan dengan harta rikaz (temuan) sebab tanpa adanya unsur usaha keras. Pendukung pendapat ini menegaskan harta warisan berbeda dengan harta lainnya yang diperoleh dengan kerja keras, misalnya melalui berdagang, bercocok tanam dan sebagainya, yang zakatnya berkisar antara 2,5%, 5% sampai dengan 10%. Sedangkan harta warisan diperoleh begitu saja tanpa ada usaha sebelumnya.
Harta rikaz atau harta temuan biasanya di zaman sekarang dapat berupa hadiah yang tidak disangka-sangka, seperti hadiah undian uang tunai dari Bank Syariah. Maka saat kita menerima uang tersebut, ketika itulah kewajiban kita untuk mengeluarkan 20% sebagai zakatnya. Ada juga ulama yang mengkiaskan harta warisan dengan harta Ghanimah, yakni rampasan perang, yang sama-sama diperolehnya tanpa ada usaha dari orang yang memperolehnya dengan persentase 20%.

E.        Kesimpulan
Dari materi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hukum waris adalah hukum yang mengatur tentang pembagian harta warisan dari si pemberi waris kepada orang yang berhak menerimanya berdasarkan syari’at dan hukum islam. Sebagaimana hokum tentang kepemilikan harta benda, harta waris juga memiliki esensitas zakat yang wajib dikeluarkan apabila telah mencapai nisab dan haulnya.
Islam telah mengatur pembagian harta warisan ini di dalam Al Quran dengan seadil-adilnya. Diantara bentuk keadilan itu adalah pembagian persentase hak waris yang lebih besar kepada laki-laki untuk mengelola waris karena laki-laki memiliki tanggung jawab yang besar baik dari segi keduniawian maupun dari segi agama, salah satunya yaitu menafkahi keluarganya dimasa yang akan datang.  
   Islam tidak melarang atau membatasi wewenang kaum perempuan, sebagai mana seorang perempuan boleh menjadi imam shalat bagi perempuan yang lain. Namun dibalik semua itu, Allah menakdirkan kaum laki-laki untuk menjadi pemimpin bagi segolongan laki-laki dan segolongan perempuan yang lain, dikarenakan sifat laki-laki yang lebih tangguh dalam menanggung beban duniawi maupaun akhirat.

Demikian materi yang dapat saya sampaikan semoga bermanfaat bagi kita semua, aamiiin...  




Referensi

Muhammad Ali Ash-Shabuni. 1995. Hukum Waris Islam, Ali bahasa: Sarmin Syukur. Surabaya: Al-Ikhlas.
Depag RI. 1989.  Al-Qur’an dan Terjemahannya. Surabaya: CV. Jaya Sakti.