Lazada Indonesia

Pages

Sunday, April 28, 2013

Relevansi zakat di Indonesia

Indonesia Perlu Berzakat ?
 
 Pembahasan:
  1. Pengertian zakat ?
  2. Dasar hukum zakat di Indonesia ?
  3. Paja VS Zakat ?
  4. Penerapan zakat di Indonesia ? 
  5. Kesimpulan
 


 
 
Sistem ekonomi syariah telah berkembang di berbagai  negara Islam di dunia. Sistem yang berlandaskan Al Qur’an dan Haidst  ini bahkan mulai menjadi sorotan para ahli ekonomi barat ketika krisis melanda setelah perang dunia ke-II.  
        Keadilan dan kesejahteraan sosial merupakan tujuan utama ekonomi syariah. Untuk mewujudkan hal tersebut, beberapa instrument seperti infaq, sedekah, zakat, dan wakaf menjadi prioritas utama yang tidak boleh ditinggalkan. Dalam materi ini, saya akan membahas tentang penerapan zakat dan relevansinya dalam dunia ekonomi seiring dengan perkembangan ekonomi global yang dipimpin oleh sistem ekonomi kalpitalis dan liberal.

A.     Pengertian Zakat

      Zakat  berasal  dari kata zakâh (dari kata kerja zakâ) dalam bahasa Arab yang artinya “penyucian” atau  “pengembangan”.  Secara umum zakat adalah pemberian harta dengan kadar tertentu kepada yang berhak sebagai ibadah wajib kepada Allah. Zakat merupakan ibadah wajib bagi orang yang mampu (memiliki harta lebih) untuk menyucikan jiwa maupun harta, karenanya zakat terbagi menjadi zakat fitrah  dan zakat maal.
Zakat fitrah hanya dibayarkan sekali dalam setahun, yakni pada pada bulan ramadhan, sebagai bentuk pensucian jiwa seorang muslim.  Sementara zakat maal (zakat harta) dibayarkan setelah harta yang dimiliki telah mencapai nisab dan haulnya.   

B.       Dasar Hukum Zakat di Indonesia

Setiap negara- negara islam di dunia memiliki aturan tersendiri dalam penerapan zakat di negaranya. Indonesia  dengan mayoritas penduduk muslim pun turut  membawa  istrumen zakat masuk ke dalam peraturan perundang-undangan, Sebagaimana tercermin dari UU No. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat.
Sebelum tahun 90-an, penerapan zakat di Indonesia masih bersifat sangat tradisional dimana zakat yang diberikan pada umumnya hanya bersifat konsumtif untuk keperluan sesaat, objeknya pun terbatas pada harta-harta yang secara eksplisit dikemukakan dalam Al Qur’an dan hadist, seperti; emas, perak, hasil pertanian (hanya makanan pokok), peternakan, perdagangan (terbatas pada komoditas berbentuk barang), dan rikaz (barang temuan).  Hingga pada tahun 90-an, sosialisasi mengenai zakat mulai gencar dilakukan termasuk penambahan objek zakat, yakni zakat penghasilan atau zakat profesi.
Berdasarkan Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 581 tahun 1999 tentang pelaksanaan UU No. 38 tahun 1999 dikemukakan bahwa pengelolaan zakat bertujuan untuk :
  1. Meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan tuntunan agama.
  2. Meningkatkan fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam uapaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan social.
  3. Meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat.
Dalam Bab III undang-undang tersebut, dikemukakan bahwa organisasi pengelola zakat terdiri dari dua jenis, yakni Badan Amil Zakat (BAZ—pasal 6) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ—pasal 7). Selanjutnya pada Bab VIII dikemukakan pula bahwa setiap pengelola zakat yang karena kelalaiannya tidak mencatan atau mencatat dengan tidak benar tentang zakat, infaq, sedekah, hibah, wasiat, waris, dan kafarat, sebagaimana yang dimaksud  pasal 8, 11, dan 12 undang-undang tersebut, diancam dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan dan/atau denda sebanyak-banyaknya Rp 30.000.000 (tiga puluh juta rupiah). Sanksi ini dimaksudkan agar BAZ dan LAZ menjadi lembaga negara yang amanah dan dipercaya oleh masyarakat, sehingga pada akhirnya masyarakat bersedia menyerahkan zakatnya kepada lembaga pengelola zakat.
Perkembangan selanjutnya pada tahun 2011, Pemerintah mengganti UU No. 38 tahun 1999 dengan UU No. 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat.

C.      Pajak VS Zakat

Pajak adalah iuran wajib yang dibayarkan oleh rakyat sebagai sumbangan  kepada negara, provinsi, kota madya, dan sebagainya. Berdasarkan perspektif ekonomi pajak diartikan sebagai beralihnya sumber daya dari sektor privat kepada sektor publik, dimana pajak menyebabkan berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasadan bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat.
Sementara itu, berdasarkan perspektif hukum menurut Soemitro, pajak diartikan sebagai suatu perikatan yang timbul karena adanya undang-undang yang menyebabkan timbulnya kewajiban warga negara untuk menyetorkan sejumlah penghasilan tertentu kepada negara, dimana negara mempunyai kekuatan untuk memaksa dan uang pajak tersebut harus dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan.
      Dalam peraturan perundang-undangn Pasal 1 angka 1 UU  No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah disempurnakan dengan UU  No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan dikemukakan bahwa "kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat''. Dari pasal di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
  1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang. Sesuai UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan "pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang."
  2. Pemungutan pajak dapat dipaksakan
  3. Tidak mendapatkan jasa timbal balik yang dapat ditunjukkan secara langsung.
  4. Pemungutan pajak diperuntukan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan.
  5. Selain fungsi mengisi Kas/Anggaran Negara pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi mengatur / regulatif).
Pajak sebagai tanggung jawab yang harus dibayarkan bagi setiap warga yang termasuk dalam wajib pajak, sekilas memiliki persamaan dengan peran zakat. Namun dari segi falsafah, sistem pajak dan zakat adalah berbeda. Sistem pajak dibuat oleh negara yang diatur dalam undang-undang dengan tujuan pembiayaan pembangunan dan pengurusan negara, sementara zakat merupakan aturan agama yang bersumber dari  Al Quran dan Hadist, dengan maksud untuk penyucian rohani dan ketaqwaan kepada Allah SWT serta memberi kesejahteraan kepada 8 asnaf (golongan penerima zakat; fakir, miskin, mu’alaf, riqab, amil, gharim, sabilillah, dan ibnu sabil).
Ketentuan zakat bersifat universal. Di negara manapun ketentuan zakat bagi seorang muslim adalah sama dan tidak dapat dirubah. Berbeda dengan pajak yang bergantung pada kondisi negara atau pemerintahan tertentu. undang-undang pajak dapat dihapus atau perbaharui sesuai dengan perkembangan zaman.
Walaupun zakat bersifat lebih kepada kesejahteraan sosial, institusi zakat di Indonesia lebih lemah dari institusi pajak.  Hal ini dapat kita lihat dari gencarnya pemerintah menggalakan pajak dibandingkan dengan zakat. Hal yang sama juga terjadi pada istitusi zakat Malaysia, dimana belum memiliki perundang-undangan yang kuat untuk menjerat orang-orang yang tidak mau membayar zakat. Zakat hanya dijadikan sumbangan sukarela dan bersifat pribadi (antara individu dengan Tuhan)

D.     Penerapan Zakat di Indonesia 

Indonesia dengan jumlah muslim terbanyak di dunia sebenarnya memiliki potensi zakat yang cukup besar. Berdasarkan akumulasi perhitungan BAZNAS, potensi zakat di Indonesia dapat  mencapai Rp 217,3 triliun tiap tahunnya.  Namun pada kenyataannya jumlah zakat yang terealisasi bahkan tidak mencapai 10% dari jumlah yang ditargetkan .  Terhitung pada tahun 2012  mulai bulan Januari hingga bulan Oktober, penerimaan zakat baru  mencapai Rp1,7 triliun. Jumlah itu memang melebihi pengumpulan zakat nasional pada tahun 2011 yakni sebesar Rp1,5 triliun.
Hasil zakat yang terkumpul digunakan untuk berbagai kegiatan sosial dan keagamaan, seperti: pendirian rumah sehat BAZNAS, pendirian rumah cerdas anak bangsa, baitul qiradh, tanggap darurat bencana, dan pusat pelayanan musatahik. Selain itu juga zakat telah membantu 1,7 juta orang mustahiq setiap tahunnya, disamping  dana Rp 73,7 trilliun per tahun yang dikeluarkan pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan.

E.      Kesimpulan

Islam sebagai agama yang sempurna telah member jalan keluar dalam setiap masalah kehidupan manusia dengan sebaik-baiknya. Tak terkecuali dalam dunia ekonomi, islam mengajarkan tentang sistem ekonomi syariah.
Indonesia sebagai negara  yang mayoritas penduduk muslim juga berupaya untuk menegakan sistem ekonomi syariah guna menciptakan kesejahteraan ekonomi bagi semua kalangan. Tetapi penerapan sistem ekonomi islam di Indonesia belum dapat berkembang layaknya negara-negara islam di dunia, khususnya ASEAN. Walaupun pada sektor perbankan syariah kita melihat kemajuan 15% per tahunnya, namun instrument ekonomi syariah tidak sebatas pada perbankan syariah. Terdapat sistem penyumbang kekayaan seperti sedekah, infaq, zakat dan wakaf.
 BAZIS sebagi lembaga negara yang berperan mengurus zakat, infaq, dan sedekah, menunjukan data yang kurang menyenangkan. Tercatat pada tahun 2012, hanya Rp 1,7 triliun zakat terkumpul dari Rp 217,3 triliun jumlah potensi zakat di Indonesia. Penegakan pembayaran zakat  memang belum  dapat dilakukan secara optimal di Indonesia mengingat keterbatasan peraturan dalam UU No. 38 tahun 1999.
Mengingat pentingnya tugas mulia zakat, yakni sebagai bukti ketaqwaan umat muslim kepada Allah SWT dan pembagian kesejahteraan ekonomi untuk golongan kurang mampu, maka aplikasi zakat tidak bisa di anggap sebagai hal yang sepele. Kita sebagi umat muslim harusnya ikut berpartisipasi dan menjadikan zakat sebagai kewajiban.
Adapun penyebab kelemahan BAZIS di Indonesia adalah sebagi berikut:
1.      Pemerintah labih gencar menggiatkan pajak dibandingkan zakat, sedekah, infak, dsb.
2.      Kekhawatiran masyarakat apabila harus membayar pajak dan zakat tanpa ada keringanan.
3.      Lemahnya undang-undang pelaksanaan zakat yang berlaku.
4.      Kurangnya kesadaran pengusaha muslim untuk menjadikan untuk memasukan zakat ke dalam segala aspek ekonomi.
5.      Lembaga pengumpul zakat tradisional belum mendapat bukti legal dari negara sebagai lembaga pengurus zakat.        
Berdasarkan permasalahan di atas, maka dapat diambil langkah guna meraih jalan keluar untuk meningkatkan fungsi BAZIS, diantanya:
  1. Perlu diadakan sosialisasi lebih luas tentang zakat dan macam-macanya.
  2. Lembaga Amil Zakat membuat iklan baik cetak maupun digital yang sifatnya mengajak para muzaki.
  3. Pemberian zakat untuk modal usaha sehingga labih bermanfaat.
  4. Pemanfaatan e-zakat untk memudahkan seseorang untuk membayar zakat.
  5. Disamping pengumpulan zakat, infaq dan sedekah, juga terdapat waqaf yang bisa dimanfaatkan sebagai investasi untuk kepentingan sosial, seperti pembangunan tempat ibadah, sekolah, rumah sakit, dan perumahan rakyat miskin.

Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga materi ini bermanfaat bagi kita semua.
Amiiin...  


REFERENSI

Hafidhuddin, Didin, dkk. 2008. The Power of Zakat: Studi Perbandingan Zakat Asia Tenggara.Malang: UIN-Malang Press